Iklan

Kamis, 18 September 2014

AS-SUNAH SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM

A.Pengertian As – Sunnah Sebagai Sumber Ajaran Islam
            Secara etimologis, kata al-sunnah berarti jalan yang ditempuh (al-thariqat atau al-sirat) atau adat kebiasaan (al-thariqat al-mu’tadat)., yaitu prilaku dan pola hidup yang telah mentradisi. Dalam pengertian ini, al-sunnah berarti semua perbuatan atau prilaku yang dikerjakan secara berulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan seseorang. Misalnya, ada orang yang punya sunnah bangun tengah malam untuk shalat dan berdoa, ada pula yang suka tidur siang, bergunjing, duduk di warung kopi pada jam-jam tertentu, dan lain-lain.Bila dihubungkan dengan ajaran Islam, pengertian al-sunnah adalah keteladanan yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. sebagai utusan Allah. Semua perbuatan dan sikap hidup Nabi Muhammad saw. menjadi model bagi pelaksanaan ajaran Islam, yang harus diteladani oleh setiap Muslim. Dalam Qs.Al – qalam ayat (4) Allah menjelaskan :
“Dan engkau Muhammad, sungguh memiliki akhlak yang agung
Lebih jauh, kata al-sunnah dipakai pula untuk pernyataan-pernyataan lisan yang pernah diberikan oleh Nabi Muhammad sebagai penjelas dari ayat-ayat al-Quran karena ia merupakan petunjuk dan aturan yang harus diperhatikan untuk mengatur jalan hidup seorang Muslim. Dalam pengertian ini, al-sunnah sesungguhnya adalah penjelasan yang diberikan oleh Nabi terhadap ayat-ayat al-Quran yang disampaikannya atau pengejawantahan dari ajaran al-Quran yang beliau bawa.Untuk pemahaman lebih jauh, perlu di ingat bahwa salah satu prinsip dalam aqidah Islam ialah keyakinan bahwa Allah Yang Maha Mencipta telah memberikan wahyu kepada Rasulullah kemudian di beritakan kepada seluruh umat manusia sebagai panduan untuk menjalani dan melaksanakan tugas-tugas kehidupan di dunia ini agar manusia dapat menjalani kehidupan di dunia ini sesuai dengan kehendak Allah swt yang menciptakannya.
B. Nabi Muhammad Sebagai Sumber Sunnah Dalam rangka menjadikan Rasulullah sebagai uswah hasanah, sebagaimana diungkapkan dalam ayat di atas—setiap muslim harus memahami betul tentang sumbernya. Sunnah Nabi adalah sumber uswah hasanah. Ia dapat diketahui melalui beberapa hal, yaitu: (1) Perkataan (Qawliyah), (2) Perbuatan (Fi’liyah), (3) Persetujuan (Taqririyah), (4) Rencana (Hammiyah), dan (5) Penghindaran (Tarkiyah).
Dalam kitab-kitab hadits sunnah qawliyah ini ditandai dengan kata-kata seperti Qaala, yaquwlu, qawlu, sami’tu yaquwlu.
Sumber sunnah yang kedua ialah fi’liyah, yakni perbuatan Rasulullah SAW yang dilihat oleh sahabatnya dan diceritakan kepada kaum muslimin dari kalangan tabi’in, kemudian disebarluaskan kepada generasi berikutnya hingga sampai kepada para penyusun kitab hadits. Kalimat yang biasa digunakan untuk menjelaskan sunnah fi’liyah ini adalah kaana Rasulullah (adalah Rasulullah), Ra-aytu Rasulullah (saya melihat Rasulullah). Sumber sunnah yang ketiga ialah taqririyah, yaitu perbuatan sahabat yang diketahui Rasulullah SAW dan beliau tidak melarangnya, kemudian peristiwanya diberitakan kepada kaum muslimin. Contoh sunnah taqririyah ini adalah pelaksanaan shalat qiyamu Ramadhan. Sumber sunnah yang keempat ialah hammiyah, yaitu rencana Rasulullah SAW, tapi belum sempat dilaksanakan. Contohnya adalah sunnah melaksanakan shaum pada tanggal 10 Muharram. Sumber sunnah yang kelima ialah tarkiyah, yaitu suatu perbuatan yang dimungkinkan untuk diperbuat Rasulullah SAW, dan beliau memerlukannya tapi beliau sendiri tidak melakukannya. Contohnya adalah Rasul menghindarkan diri dari menggunakan tenaga dalam (kesaktian yang bisa dipelajari) dalam peperangan, atau memanggil pasukan jin; beliau juga menghindarkan diri dari pengobatan-pengobatan supranatural.
<C. Kedudukan Fungsi As – Sunah Dan Kodifikasinya
            1. kedudukan fungsi sunnah                                                                    
a.         Fungsi Sunnah untuk Memahami Al Qur`an
 Firman Allah,
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا…
“Pencuri laki-laki dan perempuan, potonglah tangan mereka…” (Al Maidah: 38).
Ayat ini merupakan contoh yang baik dalam masalah ini, karena kata pencuri dalam ayat ini bersifat mutlak, demikian juga tangan. Jadi, sunnah qouliyah menerangkan yang pertama (yaitu pencuri) dengan membatasi pencuri yang mencuri 1/4 dinar dengan sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidak dipotong tangan kecuali mencapai 1/4 dinar atau lebih…” (HR Bukhori Muslim).Dan sunnah menerangkan maksud “tangan” dengan perbuatan beliau shollallahu ‘alaihi wa sallam, perbuatan shohabatnya dan kesepakatannya bahwa mereka dahulu memotong tangan pencuri pada batas pergelangan, dan tangan yang terlebih dahulu di potong adalah tangan kanan.
b.        Memberikan perincian (tafshil) terhadap ayat-ayat al – qur’an yang global (mujmal).
       Misalnya ayat-ayat yang menunjukkan perintah shalat, zakat, haji di dalam al-Qur'an disebutkan secara global. Dan sunnah menjelaskan secara rinci mulai dari syarat, rukun, waktu pelaksanaan dan lain-lain yang secara rinci dan jelas mengenai tatacara pelaksanaan ibadah shalat, zakat dan haji.
c.         Mengkhususkan (takhsis) dari makna umum ('am) yang disebutkan dalam al-Qur'an. Seperti firman Allah an-Nisa' : 11. Ayat tentang waris tersebut bersifat umum untuk semua bapak dan anak, tetapi terdapat pengecualian yakni bagi orang (ahli waris) yang membunuh dan berbeda agama sesuai dengan hadits Nabi SAW. "Seorang muslim tidak boleh mewarisi orang kafir dan orang kafir pun tidak boleh mewarisi harta orang muslim" (HR. Jama'ah). Dan hadits "Pembunuh tidak mewarisi harta orang yang dibunuh sedikit pun" (HR. Nasa'i).
d.        Membatasi (men-taqyid-kan) makna yang mutlak dalam (QS. Al-Maidah : 38).Yang artinya : "Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah SWT. Dan Allah Maha Perkasa Lagi Maha Bijaksana". Ayat di atas dibatasi dengan sabda Nabi SAW : "Potong tangan itu untukseperempat dinar atau lebih". Dengan demikian hukuman potong tangan bagi yang mencuri seperempat dinar atau lebih saja.
e.         Menetapkan dan memperkuat hukum yang telah ditentukan oleh al-Qur'an. Misalnya al-Hajj : 30.
... واجتنبوا قول الزور
Artinya : "… Dan jauhilah perkataan-perkataan dusta". QS. Al-Hajj : 30).
Kemudian Rosulullah SAW menguatkannya dalam sabdanya : "Perhatikan! Aku akan memberitahukan kepadamu sekalian sebesar-besarnya dosa besar! Sahut kami : "Baiklah hai Rasulullah". Beliau meneruskan sabdanya : "1. Musyrik kepada Allah SWT. 2. Menyakiti orang tua". Saat itu Rosulullah sedang bersandar, tiba-tiba duduk seraya bersabda lagi : "Awas berkata (bersaksi) palsu". (HR. Bukhori Muslim)

            2. Kodifikasi sunnah
Pertama sekali harus dipahami, bahwa sunnah adalah wahyu Allah Swt. kedua setelah Al-Quran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. karena Rasulullah Saw. tidak berbicara seenaknya atau menurut hawa nafsunya (An-Najm [53]: 3). Para ulama sependapat bahwa wahyu yang diberikan oleh Allah Swt. kepada Rasulullah Saw. itu ada dua; Al-Quran dan Sunnah.
Tidak sedikit orang salah paham terhadap waktu penulisan hadis. Banyak yang memahami bahwa kodifikasi sunnah dilakukan pada akhir abad pertama hijrah atau permulaan abad kedua hijriah. Sebenarnya kodifikasi itu sudah dilakukan semenjak Rasulullah masih hidup, bahkan dibawah pengawasan dan bimbingannya. Kodifikasi yang dimaksud disini tentu bukan penulisan seluruh hadis, karena perizinan penulisan tidak kepada sembarang orang. Bukan juga dipahami bahwa sunnah terbukukan rapi seperti Al-Quran, tapi hanya berbentuk lembaran-lembaran. Belum tersusun rapi seperti kitab Muwaththa’ punya Imam Malik atau Shahih Bukhari. Yang terpenting adalah bahwa penulisan sejak zaman Rasulullah sudah diizinkan. Sebagaimana yang maklum, bahwa metode pengambilan hadis adalah orally (musyâfahah), dari mulut ke mulut, karena para sahabat dianugerahi kekuatan hafalan yang luar biasa. Akan tetapi ada beberapa sahabat yang diziinkan menulis apa yang Rasulullah Saw. ucapkan. Bahkan penulisan pun dalam pengawasannya.
Rasulullah Saw. mengizinkan sahabat Abdullah bin Amr bin Ash menulis hadis, akan tetapi beberapa orang Quraisy melarangnya seraya berkata: Wahai Abdullah! Nabi adalah manusia, ia berbicara dalam keadaan ridla dan marah, maka janganlah kau tulis dari (perkataan) Rasulullah kecuali ketika dalam kedaan ridla. Abdullah bin Amr pun menghentikan aktivitasnya kemudian langsung mengadukan hal ini dan menanyakan kepada Rasulullah Saw. beliau menjawab: “Tulislah!, demi Allah tidak ada apapun yang keluar dari diriku kecuali yang benar.” Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Imam Hakim juga meriwayatkan tentang hadis ini dengan bahasa yang berbeda tetapi maknanya sama, keduanya hadis shahih, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Adz-Dzahaby. Adapun kodifikasi secara resmi, dilakukan pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, (Khalifah ke-8 dari kekhalifahan bani Umayyah). Melalui instruksinya kepada Abu Bakr bin Muhammad bin Amr bin Hazn (Gubernur Madinah) dan para ulama madinah agar memperhatikan dan mengumpulkan Hadits dari para penghafalnya.
            Khalifah mengisnstruksikan kepada Abu Bakar Ibn Muhammad bin Hazm (177 H) agar mengumpulkan hadits-hadits yang ada pada Amrah binti Abdurrahman al-Asy’ari (98 H, murid kepercayaan Siti ‘Aisyah) dan al-Qosim bin Muhammad bin Abi Bakr (107 H). Instruksi yang sama ditunjukkan kepada Muhammad bin Syihab Az-Zuhri (124 H) yang dinilainya orang yang lebih banyak mengetahui hadits dibandingkan orang yang lainnya. Peranan para ulama dalam mengumpulkan hadits sangat mendapatkan penghargaan dari seluruh umat islam khususnya Az-ZHuhri.
D.PENDEKATAN MEMAHAMI SUNNAH      
           
             Sunah dapat di pahami  dari beberapa aspek :
1.      Sunnah ditinjau dari aspek Tasyri
            Ditinjau dari aspek Tasyri, sunnah terbagi menjadi dua:Sunnah Tasyri dan Sunnah Ghair Tasyri.
Sunnah tasyri ialah segala perilaku Rasulullah yang berkaitan dengan hukum, sehingga menjadi syariat atau sumber nilai pokok setelah Al-Qur’an. Contoh sunnah Tasyri ialah segala perilaku yang disengaja Rasulullah SAW dalam shalat, ibadah haji, dan ibadah -ibadah yang lainnya. Jika perilaku itu tidak disengaja, maka tidak termasuk tasyri. Contoh: Jika pada suatu waktu Rasulullah bersin atau batuk dalam shalat, maka itu tidaklah termasuk syariah.
            Sedangkan sunnah ghair tasyri ialah segala perilaku Rasulullah SAW yang tidak berkaitan dengan hukum atau syariah. Perilaku Rasulullah SAW tergolong kepada ghair tasyri apabila memenuhi kategori berikut ini:

a.    Perilaku itu berkaitan dengan tabiat manusiawi. Misalnya makanan yang biasa dimakan Rasulullah adalah kurma, roti, daging kambing dan daging unta. Itu semua adalah kebiasaan Rasulullah yang berkaitan dengan tabiat manusiawi, karenanya tidak menjadi sunnah tasyri.

b.    .Perilaku itu terjadi tanpa ada kesengajaan, seperti bersin, batuk, berjalan, berdiri, duduk yang bukan dalam ibadah.

c.    Perilaku itu dikhususkan untuk Nabi. Contoh: shaum tanpa buka, nikah dengan wanita yang menghibbahkan diri tanpa mahar, beristri lebih dari empat.
2.      Sunnah ditinjau dari aspek Ta’abbudi
Ditinjau dari aspek ta’abbudi (ibadah), sunnah Nabi terdiri dari dua: Sunnah ta’abbudi dan Sunnah ghair ta’abudi. Sunnah yang bersifat ta’abudi ialah perilaku Rasul yang bersifat ritual atau upacara ibadah. Contoh: Gerakan dan bacaan shalat, gerakan thawaf, praktek sa’i, do’a makan, do’a naik kendaraan, do’a masuk WC, do’a hubungan suami istri, mengqasar shalat sewaktu musaafir.Sedangkan perilaku Rasul yang bersifat ghair ta’abbudi contohnya adalah frekuensi Rasul menggauli istrinya, mengganjal perut ketika lapar, melawan musuh dengan pedang, berkendaraan unta.
3.      Sunnah ditinjau dari Amar dan Nahy
            Sunnah terbagi dua, ada perintah (amar) dan ada larangan (nahy).Perintah pun terbagi dua, ada yang wajib dan ada pula yang bersifat anjuran.Perintah yang wajib misalnya perintah zakat, perintah taqwa, perintah iman, dll.Amar yang bersifat anjuran contohnya perintah qurban, perintah aqiqah, perintah sedekah.
            Larangan juga terbagi dua, ada larangan keras yang menunjukkan haram dan ada yang menunjukkan larangan ringan.Nahy yang keras seperti larangan zina, larangan ghibah, lerangan khianat.Nahy ringan seperti larangan minum dan makan sambil berdiri.


 




DAFTAR PUSTAKA

http://khairuddinhsb.wordpress.com/2007/12/08/sunnah-sumber-agama-islam/
h http://ipsb2011.wordpress.com/2012/04/19/menjelaskan-as-sunah-sebagai-sumber-ajaran-islam/
ttp://123456789jain.blogspot.com/2011/05/fungsi-hadissunah-terhadap-al-quran.html
http://misbakhudinmunir.wordpress.com/2010/07/13/sunnah-sebagai-sumber-agama-islam/

http://harakatuna.wordpress.com/2008/09/17/memahami-sunnah/

Tidak ada komentar:

Cari Blog Ini

KATA - KATA MUTIARA

 Kata - Kata Mutiara Kata - Kata Mutiara adalah kumpulan kata - kata untuk  menstimulus seseorang merubah keadaan yang sedang di alaminya sa...