A.Pengertian As – Sunnah Sebagai Sumber Ajaran Islam
Secara etimologis, kata al-sunnah
berarti jalan yang ditempuh (al-thariqat atau al-sirat) atau adat
kebiasaan (al-thariqat al-mu’tadat)., yaitu prilaku dan pola hidup yang
telah mentradisi. Dalam pengertian ini, al-sunnah berarti semua perbuatan atau
prilaku yang dikerjakan secara berulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan
seseorang. Misalnya, ada orang yang punya sunnah bangun tengah malam untuk
shalat dan berdoa, ada pula yang suka tidur siang, bergunjing, duduk di warung
kopi pada jam-jam tertentu, dan lain-lain.Bila dihubungkan dengan
ajaran Islam, pengertian al-sunnah adalah keteladanan yang telah
dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. sebagai utusan Allah. Semua perbuatan dan
sikap hidup Nabi Muhammad saw. menjadi model bagi pelaksanaan ajaran Islam,
yang harus diteladani oleh setiap Muslim. Dalam Qs.Al – qalam ayat (4) Allah menjelaskan :
“Dan engkau Muhammad, sungguh memiliki akhlak yang agung”
Lebih jauh, kata al-sunnah dipakai pula untuk
pernyataan-pernyataan lisan yang pernah diberikan oleh Nabi Muhammad sebagai
penjelas dari ayat-ayat al-Quran karena ia merupakan petunjuk dan aturan yang
harus diperhatikan untuk mengatur jalan hidup seorang Muslim. Dalam pengertian ini,
al-sunnah sesungguhnya adalah penjelasan yang diberikan oleh Nabi
terhadap ayat-ayat al-Quran yang disampaikannya atau pengejawantahan dari
ajaran al-Quran yang beliau bawa.Untuk pemahaman lebih jauh, perlu di ingat
bahwa salah satu prinsip dalam aqidah Islam ialah keyakinan bahwa Allah Yang
Maha Mencipta telah memberikan wahyu kepada Rasulullah kemudian di beritakan
kepada seluruh umat manusia sebagai panduan untuk menjalani dan melaksanakan
tugas-tugas kehidupan di dunia ini agar manusia dapat menjalani kehidupan di
dunia ini sesuai dengan kehendak Allah swt yang menciptakannya.
B. Nabi Muhammad Sebagai Sumber Sunnah
Dalam rangka menjadikan
Rasulullah sebagai uswah hasanah, sebagaimana diungkapkan dalam ayat di atas—setiap muslim harus memahami
betul tentang sumbernya. Sunnah Nabi adalah sumber uswah hasanah. Ia
dapat diketahui melalui beberapa hal, yaitu: (1) Perkataan (Qawliyah),
(2) Perbuatan (Fi’liyah), (3) Persetujuan (Taqririyah), (4)
Rencana (Hammiyah), dan (5) Penghindaran (Tarkiyah).
Dalam kitab-kitab hadits sunnah qawliyah
ini ditandai dengan kata-kata seperti Qaala, yaquwlu, qawlu, sami’tu
yaquwlu.
Sumber sunnah yang kedua ialah fi’liyah,
yakni perbuatan Rasulullah SAW yang dilihat oleh sahabatnya dan
diceritakan kepada kaum muslimin dari kalangan tabi’in, kemudian disebarluaskan
kepada generasi berikutnya hingga sampai kepada para penyusun kitab hadits.
Kalimat yang biasa digunakan untuk menjelaskan sunnah fi’liyah ini adalah kaana
Rasulullah (adalah Rasulullah), Ra-aytu Rasulullah (saya melihat
Rasulullah). Sumber sunnah yang ketiga ialah taqririyah, yaitu
perbuatan sahabat yang diketahui Rasulullah SAW dan beliau tidak melarangnya,
kemudian peristiwanya diberitakan kepada kaum muslimin. Contoh sunnah taqririyah
ini adalah pelaksanaan shalat qiyamu Ramadhan. Sumber sunnah yang keempat
ialah hammiyah, yaitu rencana Rasulullah SAW, tapi belum sempat
dilaksanakan. Contohnya adalah sunnah melaksanakan shaum pada tanggal 10
Muharram. Sumber sunnah yang kelima ialah tarkiyah, yaitu suatu
perbuatan yang dimungkinkan untuk diperbuat Rasulullah SAW, dan beliau memerlukannya
tapi beliau sendiri tidak melakukannya. Contohnya adalah Rasul menghindarkan
diri dari menggunakan tenaga dalam (kesaktian yang bisa dipelajari) dalam
peperangan, atau memanggil pasukan jin; beliau juga menghindarkan diri dari
pengobatan-pengobatan supranatural.
<C. Kedudukan Fungsi As – Sunah
Dan Kodifikasinya
1. kedudukan fungsi sunnah
a.
Fungsi Sunnah untuk Memahami Al Qur`an
Firman Allah,
وَالسَّارِقُ
وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا…
“Pencuri laki-laki dan perempuan,
potonglah tangan mereka…” (Al Maidah: 38).
Ayat ini merupakan contoh yang baik
dalam masalah ini, karena kata pencuri dalam ayat ini bersifat mutlak, demikian
juga tangan. Jadi, sunnah qouliyah menerangkan yang pertama (yaitu
pencuri) dengan membatasi pencuri yang mencuri 1/4 dinar dengan sabda Rasulullah
shollallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidak dipotong tangan kecuali mencapai 1/4
dinar atau lebih…” (HR Bukhori Muslim).Dan sunnah menerangkan maksud
“tangan” dengan perbuatan beliau shollallahu ‘alaihi wa sallam, perbuatan
shohabatnya dan kesepakatannya bahwa mereka dahulu memotong tangan pencuri pada
batas pergelangan, dan tangan yang terlebih dahulu di potong adalah tangan
kanan.
b.
Memberikan
perincian (tafshil) terhadap ayat-ayat al – qur’an yang global (mujmal).
Misalnya
ayat-ayat yang menunjukkan perintah shalat, zakat, haji di dalam al-Qur'an
disebutkan secara global. Dan sunnah menjelaskan secara rinci mulai dari
syarat, rukun, waktu pelaksanaan dan lain-lain yang secara rinci dan jelas
mengenai tatacara pelaksanaan ibadah shalat, zakat dan haji.
c.
Mengkhususkan (takhsis)
dari makna umum ('am) yang disebutkan dalam al-Qur'an. Seperti firman
Allah an-Nisa' : 11. Ayat tentang waris tersebut bersifat umum untuk semua
bapak dan anak, tetapi terdapat pengecualian yakni bagi orang (ahli waris) yang
membunuh dan berbeda agama sesuai dengan hadits Nabi SAW. "Seorang
muslim tidak boleh mewarisi orang kafir dan orang kafir pun tidak boleh
mewarisi harta orang muslim" (HR. Jama'ah). Dan hadits "Pembunuh
tidak mewarisi harta orang yang dibunuh sedikit pun" (HR. Nasa'i).
d.
Membatasi (men-taqyid-kan) makna yang mutlak dalam (QS.
Al-Maidah : 38).Yang artinya : "Laki-laki yang mencuri dan
perempuan yang mencuri potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa
yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah SWT. Dan Allah Maha Perkasa
Lagi Maha Bijaksana". Ayat di atas dibatasi dengan sabda Nabi SAW :
"Potong tangan itu untukseperempat dinar atau lebih". Dengan
demikian hukuman potong tangan bagi yang mencuri seperempat dinar atau lebih
saja.
e.
Menetapkan dan memperkuat hukum yang telah ditentukan oleh al-Qur'an.
Misalnya al-Hajj : 30.
... واجتنبوا قول الزور
Artinya : "… Dan jauhilah perkataan-perkataan dusta". QS.
Al-Hajj : 30).
Kemudian Rosulullah SAW
menguatkannya dalam sabdanya : "Perhatikan! Aku akan memberitahukan
kepadamu sekalian sebesar-besarnya dosa besar! Sahut kami : "Baiklah
hai Rasulullah". Beliau meneruskan sabdanya : "1. Musyrik kepada
Allah SWT. 2. Menyakiti orang tua". Saat itu Rosulullah sedang bersandar, tiba-tiba
duduk seraya bersabda lagi : "Awas berkata (bersaksi) palsu".
(HR. Bukhori Muslim)
2. Kodifikasi sunnah
Pertama sekali harus dipahami, bahwa
sunnah adalah wahyu Allah Swt. kedua setelah Al-Quran yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad Saw. karena Rasulullah Saw. tidak berbicara seenaknya atau
menurut hawa nafsunya (An-Najm [53]: 3). Para ulama sependapat bahwa wahyu yang
diberikan oleh Allah Swt. kepada Rasulullah Saw. itu ada dua; Al-Quran dan
Sunnah.
Tidak sedikit orang salah paham
terhadap waktu penulisan hadis. Banyak yang memahami bahwa kodifikasi sunnah
dilakukan pada akhir abad pertama hijrah atau permulaan abad kedua hijriah.
Sebenarnya kodifikasi itu sudah dilakukan semenjak Rasulullah masih hidup,
bahkan dibawah pengawasan dan bimbingannya. Kodifikasi yang dimaksud disini
tentu bukan penulisan seluruh hadis, karena perizinan penulisan tidak kepada
sembarang orang. Bukan juga dipahami bahwa sunnah terbukukan rapi seperti
Al-Quran, tapi hanya berbentuk lembaran-lembaran. Belum tersusun rapi seperti
kitab Muwaththa’ punya Imam Malik atau Shahih Bukhari. Yang terpenting adalah
bahwa penulisan sejak zaman Rasulullah sudah diizinkan. Sebagaimana yang
maklum, bahwa metode pengambilan hadis adalah orally (musyâfahah), dari mulut
ke mulut, karena para sahabat dianugerahi kekuatan hafalan yang luar biasa.
Akan tetapi ada beberapa sahabat yang diziinkan menulis apa yang Rasulullah
Saw. ucapkan. Bahkan penulisan pun dalam pengawasannya.
Rasulullah Saw. mengizinkan sahabat
Abdullah bin Amr bin Ash menulis hadis, akan tetapi beberapa orang Quraisy
melarangnya seraya berkata: Wahai Abdullah! Nabi adalah manusia, ia berbicara
dalam keadaan ridla dan marah, maka janganlah kau tulis dari (perkataan)
Rasulullah kecuali ketika dalam kedaan ridla. Abdullah bin Amr pun menghentikan
aktivitasnya kemudian langsung mengadukan hal ini dan menanyakan kepada
Rasulullah Saw. beliau menjawab: “Tulislah!, demi Allah tidak ada apapun yang
keluar dari diriku kecuali yang benar.” Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
Imam Hakim juga meriwayatkan tentang hadis ini dengan bahasa yang berbeda
tetapi maknanya sama, keduanya hadis shahih, sebagaimana yang dikatakan oleh
Imam Adz-Dzahaby. Adapun kodifikasi secara resmi, dilakukan pada masa Khalifah
Umar bin Abdul Aziz, (Khalifah ke-8 dari kekhalifahan bani Umayyah). Melalui
instruksinya kepada Abu Bakr bin Muhammad bin Amr bin Hazn (Gubernur Madinah)
dan para ulama madinah agar memperhatikan dan mengumpulkan Hadits dari para
penghafalnya.
Khalifah mengisnstruksikan kepada Abu Bakar Ibn Muhammad bin Hazm (177 H) agar
mengumpulkan hadits-hadits yang ada pada Amrah binti Abdurrahman al-Asy’ari (98
H, murid kepercayaan Siti ‘Aisyah) dan al-Qosim bin Muhammad bin Abi Bakr (107
H). Instruksi yang sama ditunjukkan kepada Muhammad bin Syihab Az-Zuhri (124 H)
yang dinilainya orang yang lebih banyak mengetahui hadits dibandingkan orang
yang lainnya. Peranan para ulama dalam mengumpulkan hadits sangat mendapatkan
penghargaan dari seluruh umat islam khususnya Az-ZHuhri.
D.PENDEKATAN MEMAHAMI SUNNAH
Sunah dapat di pahami dari beberapa aspek :
1.
Sunnah ditinjau dari aspek Tasyri
Ditinjau dari aspek Tasyri, sunnah
terbagi menjadi dua:Sunnah Tasyri dan Sunnah Ghair
Tasyri.
Sunnah tasyri ialah segala perilaku Rasulullah
yang berkaitan dengan hukum, sehingga menjadi syariat atau sumber nilai pokok
setelah Al-Qur’an. Contoh sunnah Tasyri ialah segala perilaku yang disengaja
Rasulullah SAW dalam shalat, ibadah haji, dan ibadah -ibadah yang lainnya. Jika perilaku itu tidak disengaja, maka
tidak termasuk tasyri. Contoh: Jika pada suatu waktu Rasulullah bersin atau
batuk dalam shalat, maka itu tidaklah termasuk syariah.
Sedangkan sunnah ghair tasyri ialah segala perilaku Rasulullah SAW yang
tidak berkaitan dengan hukum atau syariah. Perilaku Rasulullah SAW tergolong
kepada ghair tasyri apabila memenuhi kategori berikut ini:
a. Perilaku itu berkaitan
dengan tabiat manusiawi. Misalnya makanan yang biasa dimakan Rasulullah adalah
kurma, roti, daging kambing dan daging unta. Itu semua adalah kebiasaan
Rasulullah yang berkaitan dengan tabiat manusiawi, karenanya tidak menjadi
sunnah tasyri.
b. .Perilaku itu terjadi
tanpa ada kesengajaan, seperti bersin, batuk, berjalan, berdiri, duduk yang bukan
dalam ibadah.
c. Perilaku itu
dikhususkan untuk Nabi. Contoh: shaum tanpa buka, nikah dengan wanita yang
menghibbahkan diri tanpa mahar, beristri lebih dari empat.
2.
Sunnah ditinjau dari aspek Ta’abbudi
Ditinjau dari aspek ta’abbudi
(ibadah), sunnah Nabi terdiri dari dua: Sunnah ta’abbudi dan Sunnah
ghair ta’abudi. Sunnah yang bersifat ta’abudi ialah perilaku Rasul yang
bersifat ritual atau upacara ibadah. Contoh: Gerakan dan bacaan shalat, gerakan
thawaf, praktek sa’i, do’a makan, do’a naik kendaraan, do’a masuk WC, do’a
hubungan suami istri, mengqasar shalat sewaktu musaafir.Sedangkan perilaku
Rasul yang bersifat ghair ta’abbudi contohnya adalah frekuensi Rasul menggauli
istrinya, mengganjal perut ketika lapar, melawan musuh dengan pedang,
berkendaraan unta.
3.
Sunnah ditinjau dari Amar dan Nahy
Sunnah terbagi dua, ada perintah (amar)
dan ada larangan (nahy).Perintah pun terbagi dua, ada yang wajib dan ada
pula yang bersifat anjuran.Perintah yang wajib misalnya perintah zakat,
perintah taqwa, perintah iman, dll.Amar yang bersifat anjuran contohnya
perintah qurban, perintah aqiqah, perintah sedekah.
Larangan juga terbagi dua, ada larangan keras yang menunjukkan haram dan ada
yang menunjukkan larangan ringan.Nahy yang keras seperti larangan zina,
larangan ghibah, lerangan khianat.Nahy ringan seperti larangan minum dan makan
sambil berdiri.
DAFTAR
PUSTAKA
http://khairuddinhsb.wordpress.com/2007/12/08/sunnah-sumber-agama-islam/
h http://ipsb2011.wordpress.com/2012/04/19/menjelaskan-as-sunah-sebagai-sumber-ajaran-islam/
ttp://123456789jain.blogspot.com/2011/05/fungsi-hadissunah-terhadap-al-quran.html
http://misbakhudinmunir.wordpress.com/2010/07/13/sunnah-sebagai-sumber-agama-islam/
http://harakatuna.wordpress.com/2008/09/17/memahami-sunnah/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar